Blog ini berisi buku-buku atau Ebook yang bisa di unduh atau di download secara gratis.
Link yang digunakan adalah
Ziddu.
Jika ada link yang rusak sehingga tidak bisa digunakan silakan beritahu hal tersebut pada kolom komentar.
Semoga blog ini bermanfaat.
terima kasih sudah berkunjung.
Selamat membaca!

15 July 2010

Ishak Rafick | Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia

4 comments
Berangkat dari kegelisahan melihat carut-marut negeri ini, peranan serta ketangguhan negara dan korporasi dalam menghadapi gejolak krisis ekonomi yang melanda Indonesia (1997/1998); mendorong kita merenungkan makna: ada apa di balik semua ini?
Ishak Rafick, wartawan yang mumpuni dan penuh ide, mencoba memetakkan dan melakukan analisis, mengapa Indonesia gagal “tinggal landas” (take off) setelah 32 tahun rezim Orde Baru (Presiden Soeharto) membangun negeri ini. Berbagai kelemahan struktural dan penyimpangan di masa kepemimpinan Soeharto dianalisis dari perspektif jurnalistik.
Dari lima Presiden Indonesia, menurut Rafick, tak satu pun yang mampu membawa negeri ini menjadi bangsa yang bermartabat; baik secara ekonomi maupun politik. Semua presiden tunduk pada mekanisme Washington, konsensus yang dikomandoi IMF yang berwatak neoliberal. Akibatnya, kebijakan yang dihasilkan acapkali meminggirkan rakyat.
Dominasi pragmatisme dan politik uang yang begitu masif, mengakibatkan Indonesia mudah dipengaruhi oleh pandangan ortodoks dan neoliberal yang mengecilkan peranan negara dalam memakmurkan dan menyejahterakan rakyat, sesuai amanat UUD 1945. Negara hanya memperjuangkan kepentingan segelintir elite, sedangkan rakyat diserahkan kepada belas kasihan mekanisme pasar (market mechanism).
Buku Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia, merekam berbagai ketimpangan yang terjadi dan kerawanan di bidang ekonomi, sosial, dan politik sejak Orde Baru hingga pasca-reformasi. Presiden Soeharto dengan kebijakan ekonominya didukung sepenuhnya oleh para ekonom yang dijuluki “Mafia Berkeley”, yang implikasinya pada polarisasi Indonesia begitu terasa. Pada akhirnya, Soeharto tak mampu membendung tekanan yang menginginkan perubahan dan demokratisasi yang berjalan dengan baik.
Pengganti Soeharto, B.J. Habibie, dalam banyak hal berupaya memenuhi tuntutan reformasi dengan menyusun Undang-undang Kebebasan Pers, Undang-undang Desentralisasi, dan Undang-undang Pemilu. Dia berhasil menegakan landasan demokratisasi sesuai tuntutan reformasi. Di sisi lain, Habibie melaksanakan banyak permintaan IMF (International Monetary Fund), terutama dalam kaitannya dengan rekapitalisasi perbankan, Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dan Master Settlement and Acuisition Agreement (MSAA).
Menurut Rafick, setelah Presiden Soekarno, hanya Presiden B.J. Habibie dan Presiden Abdurrahman Wahid yang berani melawan IMF. Habibie dianggap berhasil mereformasi BUMN, sedangkan Gus Dur dinilai mampu menolak campur tangan asing dan menggagas poros ekonomi “Jakarta–New Delhi–Beijing”. Kedua Presiden itu akhirnya tersingkir.
Tampilnya Megawati Soekarnoputri kembali membuka peluang IMF di Indonesia. Tidak seperti Gus Dur yang enggan menjual aset negara (karena itu ditekan IMF), pinjaman IMF mengalir semasa Megawati dengan keharusan menjual aset negara. Satu per satu aset bangsa berpindah ke tangan asing. Semasa Megawati, liberalisasi ekonomi berjalan tanpa batas.
Rafick memiliki expectation yang tinggi terhadap Susilo Bambang Yudhoyono. Ia berharap SBY lebih populis, dan kebijakan yang dirumuskan harus berpihak kepada rakyat. Masa depan bangsa tak boleh diserahkan kepada trinitas neoliberal: World Bank, IMF, dan WTO. Dengan legitimasi yang dimiliki, SBY harus berani melawan tekanan pihak asing.
Selain ketinggalan dari segi pendapatan per kapita, Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki distribusi pendapatan sangat timpang, negara dengan utang terbesar, serta memiliki landasan struktural dan industri yang rapuh. Di bawah pengaruh Mafia Berkeley, utang yang besar dan terkurasnya kekayaan alam (seperti hutan dan sumber daya mineral), ternyata hanya menghasilkan pendapatan per kapita sekitar US$1.100, pemenuhan kebutuhan dasar sangat minimum, dan ketergantungan finansial pada utang luar negeri.
Buku karya Rafick ini sayangnya minim data, sehingga tampak seperti clipping berita jurnalistik dengan analisis trivial yang selektif tentang berbagai peristiwa dalam pengamatan fragmentaris dan oratoris. Dia pun jauh dari kepakarannya dalam bidang ekonomi, sehingga hanya terbesut pada analisis berdasarkan insinuasi dan innuendo (sindiran atau ucapan tidak langsung). Namun demikian, kehadiran buku ini mencengangkan. Seolah menyadarkan kita akan kelemahan struktural yang laten di bawah kepemimpinan lima Presiden Indonesia.
Buku Catatan Hitam Lima Presiden Indonesia ini merupakan hasil investigasi dan penelusuran jurnalistik selama sepuluh tahun (1997-2007) oleh seorang wartawan yang membuktikan gagalnya Mafia Berkeley dalam membangun perekonomian nasional. Kegagalan kelompok ekonom yang merumuskan arah pembangunan nasional selama 40 tahun, sekaligus telah mewariskan potensi sebagai sebuah negara yang gagal (failed state). review by (Syafruddin Azhar)



download buku / E-Book gratis ini, klik di sini

4 comments:

Post a Comment

Privacy Policy

We use third-party advertising companies to serve ads when you visit our website. These companies may use information (not including your name, address, email address, or telephone number) about your visits to this and other websites in order to provide advertisements about goods and services of interest to you. If you would like more information about this practice and to know your choices about not having this information used by these companies

(http://www.google.com/privacy_ads.html)